Siang
tadi aku bertemu dengan salah satu kerabatku yang diterima di perguruan tinggi
di Surabaya. Awalnya perbincangan kami seputar rencana kehidupan kami
kedepannya setelah meninggalkan kota Jogja tercinta. Dia juga barusaja membeli
tiket kereta api untuk keberangkatannya ke Surabaya hari Minggu besok guna
mengurus registrasi disana. Aku pun begitu, dalam waktu dekat aku akan ke Solo,
semua berkas sudah ku siapkan, dan berbagai pertanyaan juga sudah siap
kuajukan. Aku yang tadinya merasa sendirian, kini rasanya ada yang menemani menjalani
hidup baru sendirian. Ada dia yang ke Surabaya, dan
juga temanku yang diterima di Semarang dan Makassar.
Akhirnya perbincangan kami pun mengerucut
pada salah satu seseorang. Dia adalah “teman dekat”nya kerabatku itu. Ntah
bagaimana hubungan mereka itu, tapi sudah sangat jelas bahwa mereka memiliki
ikatan, walaupun belum diresmikan. Kerabatku itu bercerita tentang teman
dekatnya yang belum lolos perguruan tinggi. Dia sangat menyayangkan teman
dekatnya itu. Dia sangat ingin membantu, bahkan rela mengantarkan
buku dan soal-soal guna membantu belajar ke rumah teman dekatnya yang jaraknya
cukup jauh menurutku.
Kerabatku sangat beruntung bisa diterima
di jurusan dan perguruang tinggi yang dia incar sejak lama. Tapi di sisi lain
dia harus meninggalkan teman dekatnya. Dan perasaan takut kehilangannya itu
pasti lebih besar daripada kebahagiaan dan kebanggaannya. Membuat semua menjadi
hambar, serasa jiwa melayang, hanya mengikuti angin kemana akan berhembus.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar