Kering kerontang, dahaga membara,
Teja yang kian menguning rupa,
Gersang meraba di sekujur pinta do’a,
Menahan tawa di duka sejagad.
Pertanda muliakah dariMu?
Perintahkanku tuk lebih utuh dari kadarnya.
Aku yang memendam filosofi manusia tiada guna,
Lagi kerap terusik sesat mereka,
Apa jadi aku ditambat?
Agar dibuat tenang sedikit,
Tersurup dalam anomi.
Tapi semua tiada suka dibawa.
Jadi begini, apatis menjadi.
Segala rupa kujamahi demi
Peran tertinggi,
Segala daya ku rela demi
Rahasia yang tersungkur.
Aku hanya mendesah tidak paham.
Biar jadi aku dimabuk lakon dunia,
Pujangga seperti apa aku tetap tak peka.
Salah siapa aku lincah berlaga di persimpangan?
Ah, sungguh aku pikir pilu
Saat tidak sedang membersamai Tuhan,
Saat Tuhan kirim aku ke
Persimpangan.
Sudah banyak ku diliput resah,
Tak jadikan waktu untuk ku pastikan bahwa
aku akan baik-baik saja.
Tak mengapa biar ku coba diri
Pupuskan haus kasihMu.
Lagi aku dirumitkan lemah dayaku
Membawaku pada pilu kecewa yang siap kusantap.
Lagaku dicamuk dilema.
Aku ingin Tuhan ikat dengan kuasaNya.
Aku ingin Tuhan pastikan aku
Tidak di persimpangan.
Aku ingin berserah diri padaMu, Maha Penyejuk Jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar