Kalian tidak menghargaiku secara tidak langsung dan tanpa alasan yang secara tidak langsung kalian tidak sampaikan, menurutku. Aku memang tidak sehebat itu, tidak sekritis itu, tidak sejenius itu, aku masih dalam proses untuk seperti itu, seperti kalian. Kalian sosok yang aku banggakan, aku bangga dapat bekerjasama dengan kalian, aku berharap dari sini akan membuahkan hasil yang dapat memperluas wawasanku, aku ingin menjadi lebih baik dengan kalian, atau kata lainnya aku ingin mencuri ilmu kalian disamping aku merasa paling bodoh diantara kalian, tapi setiap manusia adalah berbeda, berbeda bidang dan kapan ia diberi kesempatan untuk menjadi seorang yang cerdas, aku rasa ini adalah prosesku, aku tidak malu karena itu.
Aku merasa mempunyai jiwa pemberani semenjak dekat dengan kalian. Kebiasaan burukku adalah menancapkan pikiran pesimis dan takut untuk dekat dengan makhluk-makhluk yang akalnya tinggi, tapi apa? Aku bisa. Aku dengan kalian adalah anugerah yang tidak pernah aku harapkan. Aku ditengah-tengah kalian adalah sesuatu yang sulit. Tapi mulai dari situ aku menyatakan aku pemberani.
Ku harap suka duka kita mengiringi langkah kita, agar kedekatan kita semata bukan atas nama pekerjaan, aku ingin sejati dengan kalian. Tapi rupanya sampai detik yang sudah hampir habis untuk kita tempuh karena pekerjaan kita sudah akan berakhir, aku merasa belum menemukan suka duka yang sejati. Kita belum sejati.
Dengan amat sangat disayangkan aku ingin mengungkapkan bahwasanya dalam lubuk hati teramat dasar, aku merasa hatiku tlah dirobek dengan tidak adanya penghargaan kalian padaku. Apakah aku berlebihan menanggapi ini? Bisa iya, bisa tidak. Ketika aku berada jauh disana, aku memikirkan sesuatu. Aku tahu kalian tidak tahu itu. Kalian tidak tahu aku memikirkan sebuah kegelisahan, yang di dalamnya ada aku, kalian, dan sebuah kerjasama kita. Aku berusaha sepenuh hati untuk menyatu dengan kalian, yang dibaliknya ada adikku yang menangis, kedua orangtuaku yang tidak bersamaku, mereka khawatir aku dengan kalian, tapi usahaku untuk kalian berhasil. Akhirnya aku dapat menyatu dengan kalian, dengan harap kalian akan menyambut kedatanganku dengan semangat untuk mengerjakan kerjasama kita, dan menutup kegelisahanku karena jauh dengan orang-orang yang kusayangi. Tapi aku, aku tidak sanggup untuk menerima ini, menerima kekecewaan. Kalian seolah tidak menganggapku, kalian tidak sungguh-sungguh denganku, hanya tawa dan canda yang aku temui diparas kalian untuk wajahku yang sudah memerah menahan duka. Aku berduka. Tapi aku tak ingin kalian mengetahuinya, demi kerjasama kita. Biar kupendam. Ku harap itulah yang pertama dan terakhir kalinya.
Daya ku tak punya untuk menolak sesuatu yang ku tak inginkan. Nyatanya kekecewaan berlanjut untuk yang kedua. Setelah dengan itu, aku mulai belajar dari diriku sendiri, apa mungkin aku melakukan seperti ini pada orang lain? Kalau memang begitu, semoga aku tidak mengulangnya kembali. Lalu aku belajar tentang kalian dengan ikhlas, bukankah kita baru saling kenal? Kalian adalah kalian, begitupun aku. Aku begini adanya.
Sepulang dari kekecewaan itu, aku mulai terisak menangis dalam perjalanan, aku dapat bebas berekspresi sesuka hati karena tidak ada orang yang mengetahui. Berangan layaknya di sinetron, bencana kecelakaan menimpaku, lalu kalian menyesal dan meraung-raung memohon maaf padaku. Ah, khayalan setan.
Malam itu aku tak ingin kesunyian menyertai kekecewaanku. Tidak seperti biasa aku sendiri di rumah. Aku tidak mau tidurku terbayang oleh emosi itu. Lantas aku pergi, aku ingin melewati malam ini dengan pendewasaan. Terimakasih teman atas semuanya. Walaupun pedih hati, tapi aku berusaha mengambil sisi baiknya. Sebenarnya ada hikmah lain yang aku dapat. Tapi kurasa cukup aku dan Allah yang tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar