Belum lama kemarin aku yang belum memandangmu...
Pertama yang masih menyatu dalam memori ini. Ketika kau bicara tentang angan-anganmu, dan saat ini kata-katamu masih ku kenang. Sungguh mengesankan. Tapi rasanya aku masih belum memandangmu. Jujur saja tak terbesit keinginanku untuk mengenalmu lebih jauh. Hanya angin lalu saja untukku.
Tepatnya tanggal 16 Juli 2010, ada nomor tak dikenal mengirim sebuah pesan singkat untukku yang isinya menanyakan tugas untuk hari esok. Ternyata dia adalah seseorang yang kemarin kata-katanya aku kagumi, yang dibalik kacamatanya ia tampak berwibawa dan intelek. Dari situlah aku mulai ingin mengenalnya. Karena aku rasa dia pun ingin mengenalku.
Hari demi hari ternyata hubungan kita berlanjut pada pertemanan. Banyak harta cerita, wawasan, dan pengalaman yang ingin kugali darinya. Tapi aku rasa aku tidak dapat memberinya banyak dari apa yang kumiliki padamu.
Senar-senar melodi gitar yang kita alunkan pun mengantarkan kita tuk masuki lorong kehidupan kita masing-masing.
Sampai pada suatu malam ia mengirim sebuah pesan singkat. Ntah pada malam itu juga sejujurnya aku pun sedang memikirkannya. Dan aku semakin terbuai bersama bayangmu.
Mulai kacau perasaanku saat itu. Aku tlah jatuh cinta, sepertinya.
Mungkin saat itu aku masih bisa merasakan kebebasan berteman ataupun dekat dengan siapapun. Begitupun ketika denganmu, tiada seorangpun yang tahu bahwa aku sedikit menaruh hati padanya. Tapi kebebasan itu tak berlangsung lama, esok lusanya salah satu teman seketika menjodohkan kita saat pelajaran berlangsung. Eloknya, kabar itu ditanggapi antusias oleh mereka hingga sekarang. Alhasil, aku kerap canggung bila ingin memulai pembicaraan dengannya.
Aku merasa kita tidak biasa. Jujur aku menghindarinya karena takut akan sesuatu, ditambah lagi aku merasa salah tingkah tiap kali ingin bicara dengannya, slalu saja aku ingin dia dulu yang mengajakku bicara, tapi sepertinya dia dapat membaca pikiranku. Nyatanya dia pun pergi menjauhiku. Tidak bicara padaku.
Hatiku benar-benar terguncang ketika salah seorang teman menceritakan tentangnya padaku. Aku hancur sekali. Mungkin benar yang aku kira, ia menyikapiku sama dengan teman-teman yang lain. Aku saja yang terlalu cepat menyimpulkan sesuatu. Kemudian, sejak saat itu aku memutuskan untuk berhenti berangan tentangmu.
Aku patah hati.
Langkah baru mulai ku tempuh. Aku mulai menghilangkan segala peluh canggungku padanya. Aku bersikap biasa, seperti aku menyikapi teman-teman yang lain. Tapi ternyata sikap biasaku mengantarkan kami menjadi semakin tidak biasa. Tidak biasa yang menegaskan bahwa rasa itu tlah menyelubung diantara kita.
Lebih lagi kata-kata puitis yang tertoreh di laptopku. Sampai saat maknanya masih terngiang-ngiang dalam hatiku. Yang aku tahu puisi itu adalah pengungkapan hati sang penulis pada insan yang dicintainya.
Aku yang kini memendam rasa. Berharap ku padanya untuk mengenangku slalu dalam memorinya. Ia tak perlu tahu cintaku. Meski pula seandainya ia mencintaiku, aku tak perlu tahu. Tapi kini semua telah terlanjur menjadi siratan makna kalbu yang aku dan ia tlah ukir.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Dengan kata yang tak sempat ku ucapkan
Kayu pada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Dengan sikap yang tak sempat ku sampaikan
Angin kepada hujan yang menjadikannya tiada.
22 Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar