Jumat, 09 September 2011

CINTA


Apa yang ku tahu tentang cinta,

Yang memancar dari wajah-wajah mereka,

Jadikan merah muda sepasang pipinya,

Memerankan diri hanya untuk

Sang Belahan jiwanya,

Beriringan memadu kasih,

Bercengkrama luapkan janji,

Berandai-andai bukan sekedar mimpi,

Ah, aku tak paham benar,

Kala cinta menari-nari ke kedalam

Pemikiran dangkalku,

Hilangkan kesadaran,

Bawa aku pergi mengelana dalam khayal,

Aku tak ingin kembali pulang,

Sungguh mohon aku tuk

Tetap tinggal.

Cinta hakiki,

Hanya itu yang kuharapkan,

Cinta mati,

Tak hanya segarkan dunia,

Cinta sejati,

Aku ingin bahagia selamanya.

Aku hanyalah seorang anak manusia, ntah dosa apa yang sudah aku lakukan selama ini. Namun aku hanya ingin Allah selalu membersamaiku, kala aku sedang jatuh cinta. Jangan ceburkan aku kedalam bara api yang menyala dari sebuah ikatan cinta.

Baity Jannati

7 September 2011

Kesan Pesan 8 September 2011


Tanggal 8 September 2011 bukan hari biasa bagi salah satu teman lelakiku ini. Kebetulan kami sudah dipersatukan dalam kelas yang sama sejak kami masuk di Madrasah Aliyyah. Namanya Chalid (dibaca Kholit), lengkapnya Chalidin Shaleh Zarkasyi. Dia berulang tahun hari itu. Tapi sejujurnya aku lupa. Sempat beberapa hari yang lalu terbesit untuk mengetahui tanggal lahirnya di akun facebooknya karena sebetulnya aku ingat kalau dia berulangtahun di bulan September.

Pagi itu, masih pada tanggal yang sama, adalah pagi pertama aku bertemu dengan kawan-kawan setelah terpisahkan oleh liburan akhir Ramadhan dan menyambut hari raya Idul Fitri selama dua pekan. Aku menyalami dan bahkan memeluk mereka yang perempuan sebagai ungkapan rinduku kepada teman-teman. Bahkan aku memberi kejutan untuk temanku yang kala itu duduk sebangku denganku.

Kuperhatikan mereka satu persatu, membuatku semakin merasa sudah sangat lama sekali tidak bertemu mereka. Padahal kalau dibandingkan dengan lama liburannya hanya secepat kilat itu semua berlalu. Benda-benda asing yang terlihat di berbagai sudut-sudut raganya pun satu persatu mulai terungkap dan menjadi bahan canda serta godaan antara kami. Pagi itu sungguh aku merasakan kebahagiaan yang telah lama tidak aku dapatkan dari teman-teman.

Keadaan kelaspun juga berbeda. Dimana yang semula papan tulisnya menghadap ke barat, kini dipindah menghadap ke timur, dan otomatis posisi kursinya pun juga dipindah. Aneh rasanya. Namun kalau tidak dipindahkan, sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar karena cahaya matahari yang masuk ke kelas memantul ke papan tulis bila menghadap ke barat. Istilah jawanya jadi “blereng”. Semoga dengan keadaan baru kelas kami, membuat semakin nyaman kegiatan pembelajaran.

Setelah apel pagi dan halal bihalal, kegiatan pembelajaran ditiadakan di madrasah karena para guru dan karyawan beserta keluarganya mengadakan halal bihalal tersendiri di ruang AVA madrasah. Kembali lagi ke topik semula, tentang ulangtahun Chalid. Aku yang kala itu sedang berbincang-bincang dengan teman-teman kelas sebelah, dibisikki oleh Halida, dia meminta pendapat, sebaiknya kado apa yang nantinya akan diberikan ke Chalid. “Wah, kalau rencananya mendadak, lebih baik kita datang sillaturrahim ke rumahnya saja pasti dia sudah merasa senang dan terkejut”. Begitu ku sahut Halida. Apalagi yang mau datang adalah seluruh anggota keluarga permainannya yang telah diresmijadikan sejak kami kelas 10.

Yah, anggota keluarga yang dimaksud adalah Chalid sendiri sebagai kepala keluarga yang kerap disapa “Abi” oleh anak-anak dan istrinya. Ia memiliki belahan jiwa atau istrinya yang bernama Filda, yang biasa dipanggil “Umi”. Kehidupan rumah tangga mereka terjalin dengan harmonis. Tidak pernah ada pertengkaran, tentram, dan sejahtera. Dari pernikahan mereka, lahirlah tiga orang anak, yaitu Halida sebagai putri pertama. Saat ini ia tengah menjalin hubungan khusus denganku. Kebetulan kami sama-sama berperan sebagai pembantu rumah tangga di keluarga ini. Rasanya kami adalah bagian terendah, tidak teranggap, dan teraniaya dari keluarga ini. Lalu adik perempuannya yang memiliki nama lengkap yang panjang membentang dari Sabang sampai Merauke, yaitu Chairunnisaa Miftahurrahmah Zenida Huzaen, cukup dipanggil Icha. Ia pun telah bertunangan dengan kekasihnya, Arina, yang sudah diburu Icha untuk cepat-cepat berlanjut ke jenjang pernikahan karena Icha sudah menanggung malu karena ia merasa posisinya sebagai kakak perempuan dari seorang adik laki-lakinya telah diinjak-injak begitu saja setelah didahului menikah, yaitu Afif. Namun sayang sekali rumah tangga yang Afif bina dengan Molly sang pujaan hati yang telah dinanti-nanti turun dari langit 7 hari 7 malam tidak berlangsung lama, atau dalam bahasa gaulnya adalah kandas ditengah rerumputan, eh di tengah jalan. Namun kabar terakhir mengungkapkan bahwa saat ini mereka sudah dalam proses rujuk.

Kami sepakat untuk memberikan kado special buat Chalid. Yaitu sebuah boneka kucing berwarna pink yang cantik. Kami patungan untuk membelinya. Rencananya kami akan berkunjung silaturahim ke rumahnya sepulang sekolah.

Pukul 09.30 kami berangkat ke rumah Chalid bersama-sama dengan menggunakan mobil milik Icha yang tumben-tumben sekali ia bawa ke madrasah. Di tengah perjalanan ke rumah Chalid, kami dikejutkan dengan Chalid yang saat itu sedang berkendaraan sepeda motor sedang menuju kearah madrasah. Istilah jawanya “kecelik” gitu deh. Lalu Afif berceletuk bahwa mungkin Chalid ke madrasah untuk menjemputnya karena ia sudah berjanji ingin berkunjung ke rumah Chalid pukul 09.30 tanpa sepengetahuannya bahwa Afif ternyata datang serombongan dengan kami.

Dalam perjalanan hanya ada gurauan dan tawa yang memecah hening dalam mobil Xenia abu-abu itu. Walau hati sebenarnya ada getir-getir rasa takut kalau nanti rencananya akan gagal karena tadi malah “kecelik” Chalid. Icha menyetir mobilnya dengan tangannya yang sudah mahir dan lincah, dan dengan sorot matanya menajam kedepan. Dengan penuh konsentrasi ia pun mampu membelah angin jalanan perkampungan yang penuh lika-liku untuk menuju lokasi rumah Chalid yang tidak begitu jauh dari madrasah.

Setelah mobil parkir di sebuah pekarangan yang letaknya 10 meter dari rumah Chalid, kami yang perempuan menyuruh Afif untuk masuk ke rumah Chalid lebih dahulu, setelah baru saja dipastikan lewat telepon kalau Chalid sudah kembali ke rumahnya beberapa saat.

Afif sudah masuk ke rumah Chalid. Kami pun menyusun rencana agar Chalid termangu dan terkejut dengan kedatangan kami. Melewati garasi rumahnya yang berisi beberapa sepeda roda dua milik Chalid dan keluarganya, kami menyusul Afif masuk ke dalam rumah Chalid.

Skenario pertama adalah kami semua mengucapkan selamat ulang tahun untuk Chalid, dilanjutkan dengan bersenandung sebuah permohonan nakal kami kepada Chalid. Inilah lagu “Happy Birthday” yang telah kami ganti liriknya.

“Chalid mau nraktir

Chalid mau nraktir

Chalid mau nraktir kita

Chalid mau nraktir”

Yes, Alhamdulillah kami berhasil membuat Chalid ternganga. Aku baru tahu ekspresinya kalau sedang terkejut ternyata seperti itu. Mungkin dia juga agak salah tingkah dan grogi ya? Lalu salah satu dari kami dipersilahkan untuk memimpin doa untuk Chalid. Kami menyerahkan kepimpinan itu kepada Afif, sebagai satu-satunya laki-laki yang berkunjung. Tapi ia tidak siap akhirnya kami semua mendoakannya sendiri-sendiri secara bergantian. Aku mendoakan supaya ia lancar mengurus pembuatan KTPnya karena kini ia sudah menginjak usia 17 tahun, usia minimal syarat kepemilikan KTP. Chalid pun berjanji akan menraktir kami hari Sabtu sepulang sekolah.

Sebelum kami menyudahi keakraban ini. Kami melakukan “take action” di depan kamera HP Blackberry baru milik Icha. Foto pertama hanya khusus untuk keluarga inti yang jumlahnya 5 orang. Lalu dilanjutkan dengan narsis bersama dan Chalid yang membawa boneka kucing yang kami berikan untuknya.

Oh ya kami berpesan pada Chalid agar ia setia menjaga boneka itu. Pajang di kamarnya, jangan disimpan di tempat-tempat yang tersembunyi, dan jangan diberikan kepada saudara perempuannya. Bahkan Halida menambahkan agar Chalid memandang boneka itu terlebih dahulu sebelum tidur. Ntahlah apakah Chalid benar-benar menyanggupi dengan ikhlas atau tidak. Yang pasti, ekspresinya hanya tertawa saja.

Sekali lagi, Happy Birthday ya kawan. Jadikan sisa usiamu sebagai perbaikan, pendewasaan, dan semakin mendekatkan diri denganNya. Barokallah.

Jumat, 26 Agustus 2011

BENAKKU


Aku tak berani melihat

Dimana keberadaanku sekarang

Aku tak berusaha mencari

Mengapa aku ditempatkan

Disini.


Oh Tuhan,

Aku tau kesesatan ini hanya sia-sia

Aku tau tiada guna aku terjerumus

Dalam permainan manusia yang celaka


Ya Rabb,

Apa aku sudah terlarut ke dalam

Buaian air mata penuh dusta

Apa inikah jenakaku yang kusimpan

Ternyata membawa amarah dahsyat

dariMu untukku

Apa yang membuatku berlalu begitu saja

Menghabiskan waktu siangku dengan

Kegundahan yang tak perlu

Aku terlalu lama bertahan dengannya.


Pastilah aku sepantasnya Kau caci maki

Aku hanya setitik debu dihadapanMu

Ragaku penuh lumuran noda dan dosa

Aku manusia yang mengharap syurga,

Tapi Sang Ridwan belum rela aku kan

bahagia di dalamnya.


Illahi,

Dengarlah sayup-sayup manusia di sebelah sana

Mereka lebih hina dariku,

Mereka fatal karena tidak tahu watak diri telah begitu

Terasuk hasutan keji syetan-syetan

Pengumbar noda dan dosa.


Kami selaku ciptaanMu yang

Paling sempurna

Mohon naunganMu, ampun serta rahmatMu

Selalu,

Biar kami jadi benar setelah kami salah

Biar kami jadi khilaf setelah kami hina

Biar kami bangkit setelah kami terpuruk


Kami masih mengharap aroma syurga

Setelah kami benar-benar

Siap untuk bahagia

bersamaMu dalam keabadian

Segera.

26 Ramadhan 1432 H 8:52 PM

Cinta


Aku sedang ingin menulis tentang

Cinta.

Aku sedang jatuh cinta.

Kepalaku penuh diisi segalanya

Tentang cinta.

Cinta,

Hidupku menjadi bergelora,

Nadiku terus bergejolak,

Damai selalu menghiasi setiap detik

Berlalu.

Aku ingin selalu dalam

Tentang cinta.

26 Ramadhan 1432 H 7:32 PM

Yang Belum Ku lakukan


Maaf,

Aku tak menyapamu,

Saat hiruk pikuk berita kedatanganmu

Silih berganti di telingaku

Aku hanya terdiam

Sejenak aku menunggu ilham

Menghampiri

Apa yang harus ku lakukan

Bagaimana agar semuanya sempurna

Dimata

Bagaimana agar hati tak turut

Mencuat dari penjagaannya

Aku ingin segalanya berlalu sempurna

Tapi aku terlalu memberatkan kesempatan

Yang sangat sekejap ini

Karena ketakutan yang dulu muncul

Belum segera hilang dan sirna.

26 Ramadhan 1432 H 7:43 PM

Kamis, 25 Agustus 2011

Aku Fans Beratmu…..


Beberapa bulan yang lalu, aku dikenalkan oleh seseorang tentangmu. Aku senang, mungkin. Karena aku merasa kau bukan seorang biasa baginya. Aku yakin pastilah dirimu sangat berarti baginya. Mungkin darisitulah aku ingin mengenalmu lebih dekat.

Perlahan aku mencari keberadaanmu. Aku mencarimu di tengah kerumunan orang-orang yang tergopoh-gopoh untuk segera menyelesaikan tugasnya. Hingga akhirnya aku berhasil menemukanmu. Aku menatapmu lebih lama dari biasanya aku menatap orang lain. Aku melihat ketenangan di wajahmu. Tidak ada kegelisahan yang terpancar seperti mereka yang ada di sekitarmu. Wajahmu menebarkan kedamaian untukku. Sungguh anugerah Illahi yang luar biasa kau memiliki paras yang indah. Aku menyukaimu di pandangan pertamaku. Mungkin kau belum mengenal siapa aku. Tapi kau begitu berperan untukku pada hari itu, saat aku baru saja ingin mulai mengenalmu.

Setiap aku melewati tempat dimana kau biasa bercengkrama, aku selalu memperhatikan ke dalamnya. Mencari lagi keberadaanmu. Mungkin kau terlalu dekat denganku, tapi sayangnya kau selalu berada di belakangku hingga aku tak bisa melihatmu. Aku jarang bertemu denganmu saat itu.

Tepat pada suatu sore, waktu dimana aku memutuskan untuk bertegur sapa denganmu. Ya, kau kini tau siapa aku, setidaknya nama dan wajahku sudah terdaftar di ingatanmu, walau belum tentu kau mau mengingatku atau tidak. Tapi perkenalan itu berlangsung begitu sempurna untukku. Ditambah dengan tawaranku untuk sedikit berbasa-basi.

Lagi-lagi, aku dibuat tergila-gila oleh senyummu. Senyummu yang memantul-mantul selalu dalam ingatan ini. Benar-benar hatiku tidak dapat menahan untuk segera ingin memujimu. Aku sangat kagum melihatmu. Aku membangun angan-angan baik tentangmu di dunia khayalku. Hampir sempurna apa yang ku prasangkakan tentangmu.

Setiap aku melihatmu, aku beranikan diriku untuk menyapamu. Berharap semoga kau menyambutku. Tapi aku merasa saat itu kau tidak begitu meresponku sesuai dengan harapanku. Aku terlalu berharap kepadamu.

Tiba di suatu malam. Kau mengirim sebuah pesan singkat. Aku terkejut bukan kepalang. Kau meminta pertolongan kepadaku. Dengan sangat senang hati aku menolongmu, dan itu aku lakukan sesegera mungkin. Aku ingin kau tahu bahwa aku sungguh-sungguh ingin mengenal dan berteman denganmu.

Setelah sekian hari aku mengasingkan diri, dan tidak bertemu denganmu, aku lagi-lagi mencari keberadaanmu. Dan berhasil! Seperti yang sangat ku impikan. Kau berada di tempat dimana kau biasa bercengkrama. Aku mendekatimu. Langkahku terjontai dengan penuh pengharapan. Pembicaraan siang itu rasanya telah memberi arti khusus untukku. Kau telah memberikan sinyal untuk mempersilahkanku lebih dekat denganmu. Sambutmu begitu menyenangkanku, dan lebih dari yang aku mau.

Semakin hari pintu itu semakin lebar untukku. Aku berhasil mendekatimu, mengetahui segala yang ada padamu. Aku tak begitu paham mengapa aku sangat ingin melakukan hal itu. Tapi sesegera mungkin aku membuang jauh-jauh pikiranku yang tidak baik menyangkut hubunganku denganmu. Insya Allah, aku ikhlas mengenalmu, tanpa pamrih apapun. Aku ingin bersahabat denganmu, tidak memandang siapa dirimu sebenarnya.

Hatiku bersorak-sorak tiada henti setiap kali aku berinteraksi denganmu. Ntah itu hanya saling melambaikan tangan, mencolek-colek, saling senyum, apalagi menyapa dan berbincang.

Aku memendam rahasia, dan perasaan yang sebenarnya sungguh membebaniku. Aku sangat ingin sekali bercerita padamu karena aku yakin kau dapat membuatku tenang. Namun aku belum berani untuk memulai cerita itu. Rasanya malah aku tak pantas cerita mengenai hal yang sekiranya membuatmu akan mempertanyakan keikhlasanku berteman denganmu. Aku takut kau mengira aku meminta sesuatu dari pertemanan yang kini sudah berhasil terjalin. Sungguh aku selalu mencoba untuk lenyapkan pikiran itu setiap kali menghantuiku. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku harus bisa mengontrol diriku.

Namun rupanya takdir mengizinkan aku menceritakan semua bebanku kepadamu. Itu pula karena kau yang ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi denganku. Walau itu tidak kau sampaikan secara eksplisit, tapi apabila aku menjadi dirimu, pastilah aku pun setengah mati penasaran dengan keganjilan yang kini telah tampak di permukaan.

Rasanya aku tidak ingin waktu cepat berlalu. Ya, aku tidak ingin berhenti bercerita denganmu. Kau menyimakku dengan seksama. Dengan sabar dan ikhlas kau mau-mau saja melihat raut wajahku yang penuh kegalauan. Kini memang aku sedang tertimpa batu besar, yang apabila tidak segera aku singkirkan maka ia dapat menindasku hingga aku benar-benar terkubur dalam tanah, hingga jauh ke dasar bumi. Aku takut kalau aku tidak dapat bangkit dari keterpurukkan yang akan menimpaku apabila aku tidak dapat menjaga diriku dengan baik. Semua itu aku ceritakan kepadamu. Namun, rasanya tetaplah aku tidak ingin lepas darimu. Aku selalu mencari topik pembicaraan lain agar kita selalu bisa bersama.

Seiring berjalannya waktu, aku yang semakin mengagumimu, mulai sedikit demi sedikit mengikuti tingkah lakumu. Meniru apa yang suka kau lakukan. Tidak banyak sebenarnya yang aku ikuti. Bahkan mungkin tiada seorangpun yang tahu, karena memang tiada perubahan yang signifikan. Aku menyembunyikan semua itu rapat-rapat di dalam sebuah tepi, kemudian aku kubur amat dalam.

Aku telah berjanji kepada seseorang yang cukup berarti untukmu, seseorang yang mengenalkan aku padamu, bahwa aku akan mengarahkanmu ke kehidupan yang lebih baik, jauh dari segala sesuatu yang membelokkanmu dari petunjukNya yang lurus. Perlahan aku mencoba untuk menularimu bagaimana seharusnya kita sebagai sebaik-baiknya wanita menjalani hidup ini. Semoga kita menjadi wanita sholehah yang terikat dalam ukhuwah islam karena Allah. Semoga semua yang aku lakukan padamu karena Allah, dan semua itu atas seizin Allah.

Baity Jannati

26-Agt-2011/12:15 Am

Rabu, 24 Agustus 2011

For My Endless Love…


Disaat-saat seperti ini, ketika aku mulai merancang mimpiku untuk esok hari. Seharusnya aku harus banyak bersyukur karena aku masih dapat hidup bersama kalian, bapak dan ibu. Apalagi aku bukan anak rantau yang setiap hari dapat menunjukkan kebaktianku, mencium tangan ibu ketika akan berangkat sekolah, meminta uang sangu untuk dibawa ke sekolah, berkeluh kesah tentang banyak hal. Namun keluargaku memang kurang lengkap, bapaklah yang merantau bekerja di ibukota, kota bengis nan kejam se-antero nusantara ini. Bapak yang selalu menyempatkan telepon setiap pagi dan malam hanya untuk menanyakan kabar kami ditengah kesibukannya. Bapak selalu menyempatkan pulang walau itu cuma satu hari, Sabtu pagi, lalu Minggu malamnya sudah harus kembali. Tapi itu tetap tak menyurutkan kebahagiaan di keluargaku. Rindu yang kami bawa adalah sebuah kekuatan besar bagi kami untuk tidak sekali-kali menyia-nyiakan sisa waktu yang Allah anugerahkan.

Adikku yang masih balita, yang masih suka merengek-rengek, lincah dan aktif bergerak, berlari, melompat kesana-kemari. Lalu adikku yang besar mengidap kelainan autis sejak kecil, karena itu terkadang perilakunya sulit diatur. Kemudian aku yang beranjak dewasa, masa-masanya mudah terpengaruh, ingin mencoba hal-hal baru, dan menemukan jati diri. Dengan hangat kasih sayang ibu, beliau tak pernah mengeluh ataupun marah ketika menasihati kami. Semua anak-anak dibimbingnya dengan penuh kesabaran, dan kemuliaannya. Ibuku adalah wanita yang luar biasa berperan dalam hidupku.

Aku hanya ingin memikirkan kalian di setiap helaan nafasku, setiap aku berfikir mau dibawa kemana aku ini hidup selain kepada Pemilik Segala-galanya ini. Aku ingin kalian yang selalu ada di hatiku, bukan orang lain. Aku ingin menjadi anak yang baik. Kalianlah belahan jiwaku sesungguhnya.

Ya Allah munculkanlah namanya setiap aku mengharapkan cinta, munculkanlah bayangannya setiap aku mengharapkan belaian kasih sayang, ingatkanlah aku pada tegurannya ketika aku mulai berada pada jalur yang salah, ingatkanlah aku pada perjuangannya ketika semangatku mulai surut untuk menggapai mimpiku.

Baity Jannati

25 Ramadhan 1432 8:02 AM


Doaku Hari Ini


Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

Oh Allah, aku ini hanya anak manusia yang masih belum apa-apa. Menginjak usiaku yang menjelma sebagai gadis remaja, aku dijejali banyak mimpi yang datang silih berganti. Aku dibebani banyak sesuatu yang membuaiku untuk membelok dari petunjukmu. Aku diajak dari berbagai kalangan yang tidak betul-betul aku pahami untuk mengikuti apa yang mereka ketahui, sementara aku merasa selalu tersudut kebingungan. Aku tidak tahu apa-apa. Aku tahu nuraniku masih belum bening. Penuh noda yang bertebaran dalam setiap sendi raga ini. Tapi betapa aku sangat mengharapkan suci itu adalah datang dari kasihMu.

Aku tak perlu meneteskan air mata karena semua ini. Aku tak perlu berduka dibalik kehidupan yang sangat berarti ini. Karena aku sudah terlalu lama berada dalam belenggu. Sudah tidak ada kesempatan bagiku untuk melarungkan kesedihan karena kebodohan diri ini. Aku tidak bodoh. Aku hanya belum belajar. Aku bukan pecundang. Aku hanya belum tau makna keberanian itu apa. Aku terlihat polos di dalam kebimbangan ini, maka disitulah banyak manusia yang menyerbuku untuk membawaku kedalam singgasananya yang asing bagiku. Aku hanya sedikit tahu dan paham. Aku sadar kemana diriku kini kemana dibawa, karena itulah dari bekalku yang hanya secuil yang pernah aku dapatkan sebelumnya.

Ya Allah, sungguh murka sekali aku ketika aku ingat masa-masa sulitku. Masaku yang sangat sulit untuk mengingatMu. Ketika aku lupa, terus didalam amnesia yang mendesak agar aku menghilangkan diri dariMu, aku sungguh tak paham siapa yang berbuat ini. Namun tidak sepantasnyalah aku menyalahkan siapapun. Aku begitu bersyukur karena setelah aku berbuat kesalahan aku justru semakin tahu kebenaran, dan itu sangat menusuk relungku, menampar seluruh ragaku, mempermalukan aku dihadapanMu. Aku berjanji akan berubah untukMu. Menuruti apa mauMu.

Ya Allah, Yang Maha Pemberi Kasih, izinkan aku mendapat kasihMu, rinduMu, cintaMu. Aku ingin diriku selalu bergetar menyebut namaMu, tertunduk khusyuk dan kaku meminta do’aMu, termangu menatap kesungguhanMu yang selalu menyertaiku. Nikmat islam dan iman ini memang takkan tergantikan dari nikmat yang lain. Islamku dan imanku ku harap dapat ku persembahkan disana nanti, di Surga nan abadi. Semoga aku turut serta menjadi sebaik-baik perhiasan di dunia ini, wanita sholehah.

Maha Benar Allah dari segala firmanNya.


Baity Jannati

25 Ramadhan 1432H 6:21 AM

Senin, 22 Agustus 2011

Salam yang Sempurna

Selamat Datang, kawan.

Setelah kau berhasil menyembunyikan keberadaanmu,

Kini kau pulang membawa seberkas cahaya baru,

Berkah ilmu dan jiwa pejuangmu yang semakin

Melaju melambung,

Bertebarab pada jiwa-jiwa kami yang masih akan

Terus mengingatmu,

Selamat mencari kehidupan yang kau cari, kawan,

Mencari kebenaran hidup

Tinggalkan sandiwara yang tak mengenakkanmu

Berpegang teguhlah dengan apa yang kau yakini

Dengan apa yang telah kau dapat di negeri baru.

Tahukah kawan,

Namamu tak pernah sirna dalam ingatan kami,

Semua padamu selalu terungkit,

Memori denganmu tak jua terlepas

Walaupun hidup kami telah bereformasi.

Salam yang sempurna,

Aku titipkan bersama angin,

Menghembus lewati ragamu,

Menembus ke dasar balut rindumu,

Semoga kami tetap membersamaimu.


23 Agt 2011 10:17 AM

---19 Agustus 2011---


Terlalu singkat

Aku mengenalmu tak buat aku tertambat

Namun laju putaran waktu yang

Menyurungku tuk membuka lapisan hatimu

Hingga ku menyentuh dasar hatimu.

Aku hidup bersamamu

Bersama indahnya mimpimu

Bersama aku yang kau jadikan bidadari

Bidadari yang memujamu tak kenal kadar

Kini ketika aku coba sejenak memejamkan mata

Benar saja aku tidak bermimpi

Aku tidak sedang melaju dalam dunia khayal

Ya Tuhan, apa hanya inilah indah yang sementara

Aku tak mampu lagi menanggungnya

Dalam dilema yang biasa menghimpitku.

Bapak, ini untukmu...

Detik-detik menjelang keberangkatanmu menuju kota pintu rizkimu, izinkan aku tuk menumpahkan perasaanku yang sudah tak kuat lagi untuk kubendung.

Selalu ada cerita yang kau bawa saat kau kembali berkumpul bersama kami, termasuk di dalamnya kau berusaha hasut aku hingga jauh ke dasar pemikiranku agar aku bisa lebih darimu kelak.

Andai kau tahu apa inginku, aku ingin kau bawa aku bersamamu, menemanimu. Walau ku tahu kita tetap tak bisa bersama sepanjang waktu, karena kita sudah disibukkan dengan dunia kita masing-masing. Tapi itu tetap tak apa bagiku. Berharap aku dapat mengurangi rasa sepimu. Biarlah aku dibuat tenang sedikit. Dan lenyapkan keragu-raguan yang membayang tentangmu.

Rasa takutku juga tak belum juga sirna hingga kini adalah bila aku tak dapat menyenangkanmu. Aku dengan egoku yang tak dapat dipisahkan kerap membuatmu pastinya tidak bahagia. Kau tentukan aku dengan jalan lain yang sama sekali belum aku pahami. Bukannya aku tak mau turuti perintahmu, bukannya aku ingin sok-sokan dengan mimpiku, bukannya aku meremehkan maumu. Sesungguhnya aku takut impian yang selama ini ku rajut nyatanya tidak seperti kehendakmu. Aku punya mimpi sendiri yang membuatku bahagia dan bergairah menjalani hidup ini, aku bahagia karena aku yakin akan memilikinya sesegera mungkin. Tapi semuanya semu bagiku bila kau tidak meridhoinya. Semoga aku dapat buktikan bahwa aku mampu menggenggam mimpi pilihanku, dan kau akan tersenyum bangga melihatku.

Ya Allah, jadikan aku permata hatinya yang baik. Tanamkanlah jiwanya pada diriku. Jiwanya yang luar biasa, tak mudah menyerah, semangat, berani, tekun, pekerja keras, dan jiwa kepemimpinannya yang mulia.

Ya Allah, aku rindu kebersamaan dengannya. Tapi bila aku tetap tidak dikehendaki untuk menemaninya, kumohon agar Kau yang menjaganya di siang dan malamnya, Kau melindungi dari godaan-godaan dunia yang menggila di kotanya, Kau menolongnya saat ia sudah mulai beranjak jauh dariMu, dan berilah selalu kasihMu yang tak terbatas.

Bapak, kaulah malaikat di keluarga ini. Kaulah yang kami tunggu-tunggu kedatangannya setiap hari Sabtu dini hari, kaulah yang kami tunggu-tunggu di setiap bunyi telepon rumah yang bordering, kaulah yang selalu berusaha memberikan secara adil permintaan kami. Kami mencintaimu. Jarak yang membentang tidak akan pernah bisa pudarkan sedikitpun rasa cinta ini.

Minggu, 14 Agustus 2011

12.54 AM

Salam Rindu,

Permata hatimu yang amat mencintaimu.