Kemarin adalah hari yang sangat aku
tunggu-tunggu. Berkumpul dengan teman-teman sekelasku, bahkan satu
angkatan. Mungkin pagi itu menjadi hari terakhir dimana kita bisa berkumpul dengan
seragam putih abu-abu. Dengan semangat dan ceria aku berangkat ke sekolah
karena akan ada sesi foto satu angkatan dan ekstra intra.
Sesi foto seangkatan berlangsung lancar dan
menyenangkan, walaupun tidak semuanya hadir. Setelah itu aku foto dengan
teman-teman sekelasku, 12 IPA 1 dengan wali kelas pak Supri. Setelah itu kita
semua terpencar pada ekstra dan intra masing-masing. Aku kebagian foto di
ekskul PMR dan Rohis.
Sebenarnya pagi itu ada sesuatu yang
mengganjal dalam hatiku. Aku merasa dijauhi atau malah menjauhi salah satu teman
dekatku. Kita sama-sama menjauh. Padahal biasanya kita hebring banget kalau
ketemu. Ntah lah, aku tidak begitu memikirkan. Lagi pula dia masih mau bicara
denganku. Setidaknya kita belum diam-diaman. Karena dialah Zumi.
Setelah aku foto ekskul rohis di masjid. Aku
ngobrol dengan seorang teman laki-lakiku, Rahman, di dekat abadhika. Aku tau
disitu juga ada Zumi. Dia nggak nimbrung kayak biasanya. Ya sudahlah, aku masuk
saja ke perpus, eh Rahman juga ikutan masuk perpus.
Begitu aku dan Rahman keluar dari perpus, Zumi
pas lewat di depanku lagi liat ke papan pengumuman. Aku menyapanya, “hai
tum”, dia cuma senyum NGGAK ENAK banget. Trus aku bilang, “kenapa e tum?” tapi
sebenarnya aku dah dongkol banget. Dia nggak jawab. Bodo amat! Gengsiku
langsung kambuh. Aku paling benci kalau temenku berlagak gitu. Sok cuek dan cari perhatian pake cara anak kecil. Padahal aku juga masih kayak gitu. Masya Allah…. dalam hatiku terbesit "Zumi itu bukan oranglain, Nai. Kenapa
kamu masih gengsi sama dia?" Yah inilah kekurangan terhebatku yang masih harus
aku perbaiki, gengsian dan sangat kekanak-kanakan.
Sejak peristiwa itu, aku menggerutu. Ditambah
lagi Fathur dan Rahman membuat aku syok setengah hidup tentang kabar SNMPTN. Intinya SNMPTN
akan hangus kalau sudah daftar SBMPTN. Rahman liat info itu di twitter SBMPTN.
Aku lumayan percaya itu soalnya aku juga follow twitternya, jadi ya aku percaya
kalau infonya itu uptodate dan akurat. Hatiku berkecamuk luarbiasa. Galau tingkat dewa-ku kumat.
Aku meletakkan kepalaku di sebuah bantal di
ruang Dewa. Aku memikirkan Zumi dan SNMPTNku. Aku ingin menangis. Aku
instropeksi diri. Ya Allah, begitu sombong dan angkuhnya diri ini. Aku sadar
aku telah menyepelekan SNMPTNku. Aku tenang-tenang saja karena aku pasti
diterima. Jurusan yang kupilih sebagai pilihan pertama adalah jurusan yang
passing gradenya paling rendah di IPB, ditambah lagi aku menyertakan sertifikat
lombaku di tingkat Nasional dan provinsi. Aku pasti lolos! Saking sombongnya
aku… Tak segan-segan aku menomor duakan SNMPTNku dengan buru-buru daftar SBMPTN
dan memilih jurusan yang passing grade dan jumlah peminatnya selangit. Tapi aku
masih berusaha realistis kok. Aku ikut bimbingan SBMPTN di sekolah dan bimbel
di luar. Padahal teman-temanku yang lain belum ada yang daftar SBMPTN karena
mereka masih ingin menunggu hasil SNMPTN.
Begitu juga masalahku dengan Zumi. Sepertinya
aku salah besar ke dia. Ake egois. Aku nggak mikirin perasaannya dia. Padahal
aku selalu meminta oranglain untuk mengerti perasaan dia. Tapi ternyata aku
sendiri kesulitan karena egoku yang terlalu besar. Aku gengsi mendekati dia
kalau sudah seperti ini. Maafkan aku ya, Zum. Aku memang jahat.
Aku nggak mau berlarut-larut dalam kesedihan
ini. Aku nggak mau frontal dan berlebihan. Aku harus bangkit dan tetep semangat belajar.
Dan tentunya aku harus minta maaf sama Zumi J
Keep smile and keep spirit, Naila sayang.... ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar