Banyak cerita menyenangkan dan cerita sedih yang terjadi saat
kepulanganku ke rumah kemarin. Aku mulai dari cerita senangnya dulu. Kemarin aku tidak sengaja melihat dik Khori membuka buku belajar membaca kemudian muncul suara dari bibirnya, “ja ji ju a da ha ji di ma na ma na”, celotehan mengejanya membuatku kagum dan terharu. Cepat sekali dia berkembang,
padahal sebulan yang lalu dia belum hafal semua huruf. Kemudian kami berdua sempat
dua kali bermain sepeda di hari minggu, yaitu pagi dan petang. Pagi hari ketika
kami bersepeda, tiba-tiba di depanku ada ayam warnanya pink, aku langsung
memanggil dik Khori dan menunjukkan padanya. Dia berkomentar, “Ayamnya cantik
sekali, badannya warna pink, sayapnya putih, pasti dia perempuan”. Sontak saja
aku tertawa. Kok ya bisa-bisanya dia tau kalau pink itu identik dengan
perempuan. Aku senang sekali bisa memenuhi permintaannya untuk bersepeda
bersama-sama.
Pertama kali kita bertemu hari Jumat siang sepulang dia sekolah,
awalnya dia senyum-senyum malu, tapi kemudian dia berjalan ke arahku dan
memelukku erat sekali. “Mbak Lala lama sekali perginya, berarti nanti di
rumahnya juga lama ya.” begitu katanya. Aku hanya bisa senyum terharu.
Dia juga semakin pintar bercerita tentang banyak hal, salah satunya yang
membuat dia terkesan adalah melihat prosesi penyembelihan hewan qurban sepekan
yang lalu. Dia menceritakan sampai detail sekali seperti apa yang dia lihat. Bahkan
dia menceritakan bagaimana bentuk gigi kambing dan sapi itu sendiri. Dia pun
menceritakan dengan wajah yang serius dan ekspresif, pokoknya penghayatannya
dapet banget lah.
Selain cerita tentang bahagianya bertemu adikku. Aku juga melepas rindu
dengan dua orang temanku yang hebat. Mereka datang ke rumahku dengan waktu yang berbeda. Temanku
yang pertama datang hari jumat sore, aku sempat memberikan hasil rajutanku sebagai
kado ulangtahunnya yang ke 19, alhamdulillah dia suka, semoga bermanfaat. Kemudian aku mengajaknya makan di bakmi pur dekat rumahku sambil dia menceritakan pengalamannya kuliah di dua perguruan tinggi, dan lain-lain. Temanku
yang kedua datang hari sabtu pagi, dia membawakan pesananku yaitu buku tahunan
dan foto softfilenya di flashdisk, dia juga membawakan kebab 3 bungkus,
kebetulan dua bulan terakhir ini dia nyambi berbisnis kebab dan alhamdulillah
laris manis. Pokoknya temen-temenku itu hebat-hebat banget, yang satu punya semangat luar biasa menimba ilmu, yang satu lagi pinter berbisnis di usia muda. Wah cocok
banget tu mereka. #lhooo
Berlanjut ke cerita sedih...............
Hari Minggu sore aku sedang asyik merajut di depan tv. Ibuku mendekatiku
dan memulai bercerita. Aku ingat sekali kata-kata pembukanya seperti ini, “Nok,
jumat kemaren mas Alfa di marahin orang lho”. Aku kaget dan menghentikan
merajutku. Ibuku mulai menerangkan kronologinya, dan hatikupun perlahan teriris pedih. Mas
Alfa memiliki rasa tidak suka yang berlebihan jika apa yang sedang dia pikirkan saat itu, dipikirkan
juga oleh oranglain alias pikirannya sama. Jadi kejadiannya, sepulang mas Alfa
terapi sore hari, dia mengajak ibu dan dik Khori mampir ke bawah jembatan dekat stasiun lempuyangan untuk melihat
kereta yang lewat. Kedua adikku ini sangat suka sekali dengan kereta dan
pesawat.
Di samping kiri mas Alfa ada seorang anak kecil laki-laki yang sedang
disuapi sate oleh ayahnya. Anak kecil itu juga sedang menunggu kereta lewat
sambil berceloteh tentang film kartun Thomas, kemudian mas Alfa sontak
membentak, “Hey, yang tau itu aku aja”, rupanya mas Alfa saat itu pun sedang
mengkhayal tentang film kartun Thomas and his friends. Seolah mas Alfa berada di tengah suasana yang persis berada di film itu. Ibuku lalu mengusap-usap punggung
mas Alfa supaya dia tenang dan tidak marah-marah. Tapi dia malah semakin reaktif kemudian memukul
anak kecil itu karena sudah tidak tahan. Ibuku beristigfar dan memberi
pengertian terus ke mas Alfa. Tiba-tiba ayah dari anak itu melempar piring yang
berisi sate ke mas Alfa dan memakinya, “Awas Mati kowe!” kemudian mas Alfa lari
sambil berteriak, “Ampun pak ampun!”. Bapak itu emosi sekali dan mencari batu
besar untuk melempari mas Alfa, dia seperti kesetanan, “Lunga kowe! Lunga!” dia
benar-benar ingin mengusir mas Alfa. Ibuku yang sudah berusaha minta maaf juga
dibentak seperti itu. Ntah antara malu dan takut karena dilihat banyak orang,
ibuku sampai menghiraukan dek Khori yang sedari tadi sudah mengikutinya
di belakang. Setelah itu ibu dan adik-adikku langsung pulang. Di Sepanjang perjalanan
mas Alfa bercerita tentang tragedi itu tadi dengan perasaan yang tidak tenang.
Aku sebenarnya ingin sekali menangis. Mas Alfa memang istimewa. Tapi tidak
semua orang paham dengan keistimewaannya. Termasuk aku sendiri. Aku masih belum
bisa mengerti mengapa hal yang menurut kita sepele bisa membuat dia emosi hebat
dan berlebihan. Kalau sedang emosi dia bisa sampai memukul, merusak barang
milik kita, menyiram dengan air, dll. Perlakuannya itu terlalu menyakitkan. Tapi
percuma juga kalau kita marah dan sakit hati, dia pun tidak akan mengerti dan
peka.
Malam terakhir di rumah aku justru menangis di kamar. Kejadian tentang
adikku, ibuku, dan seseorang yang telah berubah itu membuncahkan emosiku. Rasa khawatir
berkelebatan di pikiranku. Bahkan aku sampai meninggalkan rajutan dan makan malamku.
Sampai detik ini aku menulis, aku masih tidak bisa menahan air mataku
memikirkan mereka. Mereka yang aku cintai sepenuh hati. Mas Alfa dan dik Khori,
jadilah anak yang baik dan soleh. Ibu, semoga selalu diberikan kelapangan hati
dan ketegaran menghadapi tingkah laku anaknya yang diluar dugaan. Dan seseorang
yang tidak bisa aku sebukan dia siapa, semoga aku tidak lagi mengkhawatirkan
perubahanmu agar aku bisa melewati hari-hariku dengan tenang. Semoga kita akan
baik-baik saja dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin
Allah memberikan senang dan sedih dengan seimbang agar aku tidak lengah dan selalu beryukur disetiap butiran kenikmatan dan kesedihan dalam hidup ini.