Akhir-akhir ini aku menyadari sesuatu yang aneh pada diriku, yaitu rasa takut yang berlebihan. Rasa itu pertama kali muncul ketika di kosku ada kasus kemalingan sepeda motor. Beberapa hari setelah peristiwa itu, kosku kerap dihampiri oleh laki-laki yang mencurigakan. Dia memakai sepeda motor matic warna hitam. Pernah suatu subuh ada dua orang laki-laki datang ke kos, salah satunya mencoba masuk dengan membuka pagar, dan yang satunya menunggu di atas motor. Kemudian salah satu temanku menghentakkan meja dari dalam untuk mengagetkan orang itu. Benar saja dia langsung pergi alias tancap gas kabur.
Peristiwa itu sempat membuatku trauma mendengar suara sepeda motor matic yang melintas di sekitar kosku. Aku juga sangat takut jika suasana kos sepi, apalagi saat aku sendiri. Beberapa malam aku pun tidak berani tidur di kamar sendiri. Aku sempat beberapa kali menulis status di akun media sosialku tentang ini. Diantara teman-teman kosku yang lain, akulah yang paling terlihat ketakutan.
Aku pernah menanyakan tentang psikisku saat itu kepada temanku yang dia seorang alumni jurusan psikologi. Kata dia, mungkin aku pernah mengalami kekerasan atau segala bentuk kejadian yang membuat psikisku tertekan dan trauma, sehingga hal itu menyebabkan aku mudah dilanda rasa takut. Tapi aku mengelak. Aku merasa tidak pernah mengalami kejadian ekstrim yang melukai psikisku.
Kejadian kemalingan dan dihampiri oleh orang mencurigakan itu sudah dua bulan berlalu. Aku sudah tidak takut lagi jika mendengar suara motor matic yang melintas di sekitar kos dan ketika harus sendirian di kos. Tapi rasa takut itu selalu muncul saat aku melihat, mendengar, dan membaca berita kriminal. Aku takut sekali, jantungku berdebar dan hampir ingin menangis. Aku kembali memikirkan kata-kata temanku dulu, apa mungkin aku pernah mengalami kekerasan.
Secara lahiriyah aku memang tidak pernah mengalami kekerasan yang ekstrim. Tapi aku sering melihat dan mendengar kejadian kasar, sempat beberapa kali aku mengalaminya sendiri. Mungkin itulah penyebab dari "lukanya" psikisku. Perlakuan itu bukan dari orang asing yang jahat, melainkan dari anggota keluargaku sendiri, yaitu adikku yang besar.
Dia memiliki luapan emosi yang belebihan dan sangat sensitif. Kalau marah dia bisa saja menampar, memukul, mencubit, bahkan misuh misuh. Aku sering menangis saat dia marah. Apalagi kalau dia begitu pada ibu.
Itulah kesedihan dan ketakutan terbesarku. Aku takut ibu dan adikku yang kecil kenapa-kenapa. Tapi untungnya ibuku sabar sekali, beliau tidak pernah marah bahkan tetap bersikap halus saat menanggapi kemarahan adikku.
Semoga aku saja yang merasakan ini, jangan adikku yang kecil, apalagi ibuku. Mungkin dzikir adalah cara terapi syar'i yang mampu menenangkan hati dan melenyapkan rasa takut dari pikiran yang tidak-tidak.
Lekas "sembuh" yaaa, Nai..