Alkisah diceritakan teman SMAku, namanya Icha. Dulu waktu kelas 10 sudah ada beberapa teman laki-laki yang terpikat dengannya. Dia memang punya pesona yang membuat laki-laki mudah tertarik sama dia, ntah itu dari sifat supelnya, ramahnya, ataupun
perhatiannya. Salah satu yang paling santer terdengar adalah kedekatannya dia
dengan Khanif teman sekelas kami juga. Mereka kelihatan sangat cocok sekali,
tapi ntah bagaimana mereka tidak segera menegaskan hubungan mereka, atau biasa
disebut dengan pacaran.
Di kelas 11 mereka pisah kelas dan menemukan tambatan hati masing-masing.
Sekilas Icha dan Khanif sudah bahagia dengan pilihan mereka. Model pacaran baik
Icha dan Khanif dengan pacarnya udah masuk dalam kategori hot bangetlah, mereka mengekspose pacaran mereka didepan umum, berani tampil mesra, udah sampe bahas masa depan,
dan udah direstuin kedua belah pihak keluarga.
Tapi beberapa bulan terakhir semua cerita itu telah pupus. Icha dan
Khanif telah putus dengan pacar masing-masing yang telah mengisi hati mereka selama 1 tahun lebih. Mereka mulai merasa tidak cocok
dan menganggap pacar mereka itu tidak mereka cintai secara tulus karena
sebenarnya Icha dan Khanif masih saling mencintai. Jadi menurut Icha, cinta
sejatinya dia itu Khanif. Sedari dulu jaman kelas 10 dia masih belum bisa
melupakan Khanif, walaupun dia sudah memiliki pacar. Begitu juga Khanif, dia
juga merasakan hal yang sama dengan Icha.
Aku tidak habis pikir kenapa mereka bisa setega itu dengan pacar mereka. Kenapa mereka lancang mengumbar cinta kepada pacar mereka padahal
mereka sadar itu hanya palsu dan tidak tulus. Mungkin benar cinta itu hanya
emosi belaka yang suatu saat bisa meluap-luap ketika kasmaran, dan menjadi benci ketika mereka sedang marahan. Aku tidak percaya kalau Icha tidak mencintai pacarnya dulu dengan
tulus. Icha baru merasa cintanya tidak tulus ketika dia membandingkan cintanya
dengan Khanif.
Sekarang Icha dan Khanif pun mulai merajut cinta yang baru. Cinta yang
selama ini mereka pendam akhirnya membuncah juga. Banyak teman yang bilang
bahwa mereka itu cinta sejati. Walaupun mereka sempat pernah terpisah, tapi
perasaan itu tidak pernah hilang dan mereka tidak bisa berbohong kalau
sebenarnya mereka masih saling mencintai hingga akhirnya pacar mereka menjadi korban.
Terinspirasi dari kisah itu, aku jadi ingin berandai-andai tentang cinta
sejati. Aku mengibaratkan aku adalah Icha, Khanif adalah masa-masa dimana aku
ingin mendekatkan diri dengan Allah, semangatku membara untuk beribadah dan
memperbaiki diri. Dan pacar Khanif dan Icha aku ibaratkan seperti godaan dunia
yang kerap mengelabuhiku untuk melakukan perbuatan yang melanggar aturanNya.
Aku pernah mengalami masa dimana aku sangat ingin berada di jalan yang
lurus, masa dimana Imanku sedang kuat dan kokoh. Namun seiring godaan-godaan dunia datang menghampiri, akhirnya aku pun terperosok kedalam hal-hal yang buruk. Aku benar-benar
sudah tidak bisa dikontrol, dan sangat lama berada di dalam kehidupan yang
kelam itu.
Perasaanku sama dengan Icha, Icha menyesal pernah berpacaran dengan
pacarnya yang dulu. Begitu juga aku yang menyesal karena telah mengikuti godaan
dunia yang membelengguku dalam waktu yang lama. Dan perasaanku juga sama dengan
Icha ketika dia bertemu Khanif yang dia bilang adalah cinta sejatinya, saat ini
aku juga ingin kembali kepada cinta sejatiku dan ingin merasakan kebahagiaan yang sebenar-benarnya.
Sungguh ketika kita membayangkan cinta sejati itu rasanya indah sekali,
membuat kita menjadi lebih hidup. Tapi kali ini belum saatnya aku menggambarkan
cinta sejatiku dalam bentuk seorang laki-laki idaman. Kali ini aku sedang menghayal
cinta sejati dalam bentuk ketaatan dengan Sang Maha Pemilik Cinta. Aku ingin
seutuhnya meninggalkan godaan dunia yang aku ibaratkan seperti pacarku yang
dulu, dan aku ingin kembali kepada cinta sejati yang aku ibaratkan seperti
Khanif. Aku ingin memperbaiki diriku dan kembali lagi seperti yang dulu.